Selami dunia anda dengan ketukan nada pengembangan diri dengan gaya yang benar-benar baru. Siapkan kopi, luruskan punggung, karena kita akan membongkar sebuah konsep yang seru bahkan seringkali terasa kaku menjadi sesuatu yang hidup, dinamis, dan yang paling penting, milik kita sepenuhnya.
Ini bukan sekadar artikel. Anggap ini sebuah percakapan panjang antara kita dan seorang mentor yang lebih suka nongkrong di coffee shop daripada di ruang rapat. Kita akan mengupas tuntas "Mengembangkan Teknik Dasar dengan Sentuhan Kreatif" hingga ke tulang-tulangnya,
Mari kita mulai.
Prolog : Memahami Ritme Cantik Nuansa Kreatif
Pernah nggak sih, kamu ngerasa mentok?
Bukan mentok karena nggak tahu apa-apa.Namun, Justru sebaliknya. Kamu udah tahu dasarnya. Kamu udah ngikutin semua tutorial, baca semua buku panduan, bahkan mungkin udah dapet sertifikat. Kamu bisa mainin kunci gitar dasar, tapi kamu paham cara kerja three-point lighting dalam fotografi, kamu hafal shortcut di software desain, atau Kamu bisa nge-code fungsi-fungsi dasar dengan mata tertutup.
Kamu udah "bisa". Tapi anehnya, Kamu nggak ke mana-mana. Karya Kamu, hasil kerja Kamu, terasa... gitu-gitu aja. Mirip sama ribuan orang lain yang belajar dari sumber yang sama.Kamu terjebak di sebuah tempat aneh yang disebut "Logika kompetensi"—sebuah dataran tinggi yang nyaman namun membosankan, di mana Kamu cukup jago untuk nggak disebut pemula, tapi gak didukung nggak cukup unik untuk disebut seorang master.
Selamat datang di klub. Klub ini anggotanya banyak banget. Isinya adalah para "Ritme Daya Cantik Nuansa kreatif"Nah,—sehungga orang-orang yang cepat menguasai dasar, tapi kemudian bingung bagaimana cara terbang lebih tinggi.
Masalahnya di mana? Kesalahan fatal kita adalah melihat teknik dasar sebagai sebuah penjara.Namun,Sebuah set aturan kaku yang harus dipatuhi. "Pokoknya kalau foto potret, ISO harus sekian, aperture sekian." "Pokoknya struktur tulisan harus pembuka-isi-penutup." "Pokoknya kalau mau bikin kopi enak, rasionya harus 1:15."
Hari ini, kita akan menghancurkan paradigma itu.
Kita akan memposisikan ulang teknik dasar, bukan sebagai penjara, tapi sebagai landasan peluncuran Misi bersama . Bukan sebagai resep yang harus diikuti tanpa berpikir, tapi sebagai daftar bahan di dapur seorang koki bintang lima. Untuk dihidangkan Teknik dasar itu bukan akhir dari perjalanan,Namun. Ia adalah titik awal dari sebuah petualangan kreatif yang paling liar dan membangun identitas.
Tujuan kita di sini bukan cuma jadi "bisa". Perlu diketahui Tujuan kita adalah menjadi berbeda. Menjadi khas. Menjadi kita yang apa adanya. Gimana caranya? Buckle up, kita akan membedahnya dalam empat babak utama: Fondasi visi, Seni Dekonstruksi, Alkimia Remiks, dan Penciptaan Keakraban.
Fondasi - Kenapa Teknik Dasar Itu Sebagai Simfoni nyata.
Oke, sebelum kita ngomongin soal jadi kreatif dan membangun, kita harus sepakat dulu soal satu hal yang nggak bisa ditawar: fondasi itu segalanya. Nggak ada gedung pencakar langit yang dibangun di atas tanah liat basah. Nggak ada.
Banyak orang, terutama yang punya semangat "kreatif" membara, seringkali gatel pengen langsung lompat ke bagian yang yang dibilang romansa. Bikin solo gitar melodi padahal mainin kunci C aja masih fals. Bikin desain surealis yang rumit padahal ngatur tipografi dasar aja masih berantakan. Ini bikin goncangan menuju kegagalan yang medioker. Hasilnya nggak akan jadi karya seni yang visioner, tapi cuma jadi karya acak-acakan yang nggak punya dasar.
Kenapa fondasi atau teknik dasar ini penting banget untuk kita ?
Efisiensi Kognitif (Biar Otak Nggak Overheat): Saat kita menguasai teknik dasar sampai ke level muscle memory, kuta membebaskan kapasitas otak kita.kita nggak perlu lagi mikir, "Gimana ya cara ganti lensa?", "Shortcut buat cloning apa ya?", "Strumming pattern buat lagu ini gimana?". Semua itu berjalan otomatis. Nah, energi mental yang tadinya dipake buat mikirin hal-hal teknis itu, sekarang bisa lo alihkan sepenuhnya untuk berpikir kreatif.kita bisa fokus ke "apa yang mau kita sampaikan lewat literatur ini?", "emosi apa yang mau kita bangun untuk keseimbangan ?", bukan lagi soal teknis remeh-temeh.
Kebebasan, Bukan Keterbatasan: Ini paradoks yang indah. Aturan dasar justru memberimu kebebasan. Seorang penulis yang menguasai tata bahasa dengan sempurna adalah orang yang paling berhak untuk "merusak" tata bahasa demi efek puitis. Seorang pelukis yang paham anatomi manusia adalah yang paling bisa menciptakan distorsi tubuh yang artistik, bukan yang asal-asalan.Kita harus tahu aturannya dulu sebelum bisa melanggarnya dengan elegan. Melanggar aturan tanpa tahu aturannya? Itu bukan kreativitas, itu namanya error.
Bahasa Universal: Teknik dasar adalah bahasa yang dimengerti semua praktisi di bidang apa aja. Saat kita bilang "kasih gue fill light dari kiri" ke sesama fotografer, dia ngerti. Saat kita bilang "mainin progresi I-V-vi-IV" ke sesama musisi, dia paham. Penguasaan fondasi memungkinkan kita untuk berkolaborasi, belajar dari orang lain, dan menganalisis karya master dengan lebih dalam. Kita bisa "membaca" karya mereka dan mengerti "kenapa" mereka melakukannya seperti itu dan menemukan jawabanya !.
Tantangan Profesional: Sekarang,Kita jujur sama diri sendiri. Seberapa dalam Kita benar-benar menguasai fondasi itu? Bukan cuma "tahu", tapi "menguasai".
- Untuk Musisi: Kita bisa mainin semua tangga nada mayor dan minor di semua kunci tanpa mikir? Kita bisa ngerasain groove di ketukan 1/16?
- Untuk Desainer: kita beneran paham psikologi di balik setiap font family? Kita bisa ngejelasin kenapa kerning di sebuah logo itu bagus atau jelek?
- Untuk Penulis: kita bisa nulis satu paragraf utuh dengan struktur kalimat yang bervariasi (simple, compound, complex) secara sadar?
- Untuk Programmer:kita beneran ngerti time complexity dari algoritma yang kita tulis, atau cuma asal jalan?
Jika jawabannya "belum yakin", maka inilah pekerjaan rumah pertama kita bersama. Jangan anggap ini sebagai kemunduran. Anggap ini sebagai proses penempaan apa adanya untuk fondasi kita. Lakukan deliberate practice: latihan yang terfokus, bertujuan, dan punya feedback loop. Kuasai fondasi itu sampai kita bisa melakukannya sambil ngantuk bahkan tidur. Karena hanya dengan fondasi sekuat niat tulus yang bergerak, kita bisa mulai membangun sesuatu misi yang spektakuler di atasnya.
Ingat, teknik dasar itu dari jiwa yang bersemangat, tapi dia bukan. Dia adalah alat, bukan tujuan. Dan alat apa pun, sekaku apa pun kelihatannya, selalu bisa digunakan dengan cara yang tidak terduga. Dan itu membawa kita ke babak selanjutnya dan harmonis.
Seni Dekonstruksi - Membongkar Mesin untuk Melihat Cara Kerjanya
Oke, fondasi udah kokoh. Kita udah bisa melakukan teknik dasar dengan benar sesuai tujuan dan. Sekarang, saatnya melakukan sesuatu yang sedikit "kontadiksi":Namun,jangan tinggalkan semangat. kita akan membongkar teknik dasar itu.
Bayangin seorang anak kecil yang dikasih mobil mainan baru. Awalnya dia mainin dengan benar. Tapi anak yang paling cerdas nggak akan puas cuma mendorongnya maju-mundur. Dia akan penasaran. Dia akan membalik mobil itu, mencoba melepas rodanya, membuka sasisnya, dan melihat ada gir apa di dalamnya. Dia melakukan dekonstruksi. Dia ingin tahu "mengapa" mobil ini bisa bergerak, bukan cuma "bahwa" mobil ini bisa bergerak.
Inilah mentalitas yang harus kita adopsi. Kreativitas sejati lahir dari pemahaman mendalam tentang Dirinya sendiri "mengapa" di balik sebuah teknik. Kita akan jadi Penampung suara yang kurang didengar untuk skill kita sendiri dan keunikan masing masing,Dengan menggunakan metode interogasi yang paling klasik: 5W+1H (What, Why, When, Where, Who, How).
Mari kita bedah satu per satu, dengan contoh lintas disiplin.
1. WHAT (Apa inti fundamentalnya?) Tanyakan pada diri sendiri: apa tujuan paling esensial dari akumulasi ? Buang semua embel-embelnya.
- Teknik: Aturan Sepertiga (Rule of Thirds) dalam fotografi.
- WHAT-nya: Bukan soal menaruh objek di garis persimpangan. Inti fundamentalnya adalah menciptakan keseimbangan visual yang asimetris dan dinamis untuk memandu mata audiens. Titik. Garis-garis itu cuma alat bantu.
2. WHY (Kenapa ini bekerja? Kenapa harus begini?) Ini pertanyaan paling penting. Di sini letak semua rahasia.
- Teknik: Struktur 3 Babak (Setup, Confrontation, Resolution) dalam penulisan cerita.
- WHY-nya: Kenapa ini efektif? Karena ini meniru pola psikologis fundamental manusia dalam mengalami dan memproses informasi: pengenalan pola, timbulnya ketegangan/konflik, dan pelepasan ketegangan (resolusi). Ini memuaskan hasrat otak kita akan keteraturan dan penyelesaian.
3. WHEN (Kapan teknik ini paling bersinar, dan kapan dia gagal?) Setiap teknik punya konteks. Memahaminya memberimu kebijaksanaan.
- Teknik: Penggunaan framework CSS seperti Bootstrap.
- WHEN-nya: Kapan ini bersinar? Saat butuh membuat prototipe dengan cepat, memastikan konsistensi di proyek besar, atau saat bekerja dalam tim. Kapan ini gagal? Saat lo butuh desain yang super unik dan lightweight, di mana overhead dari framework justru jadi beban.
4. WHERE (Di mana elemen ini diaplikasikan?) Ini soal penempatan dan konteks mikro.
- Teknik: Teknik vokal Vibrato.
- WHERE-nya: Di mana vibrato biasanya ditempatkan? Umumnya di akhir sebuah frasa panjang untuk menambah kekayaan emosional. Apa yang terjadi jika lo menaruhnya di setiap suku kata? Hasilnya akan terdengar gugup dan berlebihan. Di mana lo TIDAK menaruhnya? Mungkin dalam sebuah lagu rap yang menuntut artikulasi tajam.
5. WHO (Siapa yang mempopulerkannya? Untuk siapa ini dibuat?) Memahami asal-usul dan audiens target sebuah teknik bisa membuka wawasan baru.
- Teknik: Desain Flat Design.
- WHO-nya: Siapa yang mempopulerkannya? Apple dan Microsoft, sebagai reaksi terhadap skeuomorphism yang dianggap kuno. Untuk siapa ini dibuat? Untuk pengguna di era digital yang sudah paham ikonografi digital tanpa perlu metafora dunia nyata, dan untuk memastikan keterbacaan di berbagai ukuran layar (responsif).
6. HOW (Bagaimana jika...?) Inilah tombol peluncuran roket kreativitas Kita. Setelah memahami 5W di atas, sekarang saatnya jadi ilmuwan gila.
- Teknik: Aturan Sepertiga (Rule of Thirds) lagi.
- Premis dari WHY: Tujuannya adalah keseimbangan asimetris.
- How if I... put the subject dead center? (Menentang aturan). Ini akan menciptakan kesan konfrontatif, simetris, dan formal. Wes Anderson adalah rajanya teknik ini.
- How if I... use NO subject at all, just the lines of the environment hitting the thirds? Ini akan menciptakan negative space yang kuat dan penuh teka-teki.
- How if I... put the subject right on the edge of the frame, almost falling off? Ini akan menciptakan tensi dan rasa ketidaknyamanan yang disengaja.
Lihat? Dengan membongkar satu aturan sederhana, kita menemukan setidaknya tiga alternatif kuat yang masing-masing punya tujuan emosional yang berbeda. Lo nggak lagi cuma "ngikutin aturan", lo memilih alat yang tepat untuk pekerjaan yang tepat.
Latihan Dekonstruksi: Ambil satu teknik dasar di bidang lo yang paling sering lo gunakan. Tuliskan jawaban untuk 5W+1H-nya. Lakukan ini secara rutin. Ubah cara kira melihat teknik, dari "perintah" menjadi "sistem yang bisa dibongkar-pasang". Kita akan kaget betapa banyak "ruang tertutup dan membangun" yang tiba-tiba muncul di dalam aturan yang tadinya terasa sempit.
Babak 3: Alkimia Remiks - Dapur Kreatif Tempat Keajaiban Terjadi
Jika dekonstruksi adalah soal membongkar mesin, maka remiks adalah soal mengambil semua komponen itu dan merakitnya kembali menjadi sesuatu yang sama sekali baru. Selamat datang di "Dunia kita" kreativitas kita. Di sini, kita bukan lagi teknisi, kita adalah seorang alkemis—penyemangat yang mengubah logam biasa menjadi emas.
Kreativitas jarang sekali datang dari kevakuman. Hampir semua ide brilian adalah hasil "remiks" dari ide-ide yang sudah ada. Anda tidak menciptakan MP3 player, dia meremiksnya menjadi iPod. Quentin Tarantino tidak menciptakan genre film gangster, dia meremiksnya dengan dialog cerdas, struktur non-linear, dan soundtrack yang catchy.
Bagaimana cara kita meremiks teknik secara sistematis? Berikut adalah empat Alur utama di kepekaan alkimia kita:
1. Nuansa Kombinasi (Kawin Silang) Ini yang paling sederhana: ambil dua atau lebih teknik yang tampaknya tidak berhubungan, dan paksa mereka untuk "menikah".
- Contoh di Musik: Apa yang terjadi jika lo mengambil progresi akor Jazz yang kompleks (teknik A) dan memainkannya dengan beat dan sound design Hip-Hop Lofi (teknik B)? Lo mendapatkan sebuah sub-genre baru yang digandrungi jutaan orang.
- Contoh di Kuliner: Apa yang terjadi jika lo menggabungkan teknik memasak presisi ala Prancis (teknik A) dengan bumbu dan rempah-rempah rendang khas Minang (teknik B)? Lo mungkin akan menciptakan sebuah hidangan fine dining dengan cita rasa Nusantara yang belum pernah ada.
- Cara Lo Menerapkannya: Buat daftar dua kolom. Kolom pertama, isi dengan semua teknik dasar di bidang lo. Kolom kedua, isi dengan teknik, gaya, atau ide dari bidang yang sama sekali berbeda. Bisa dari film, arsitektur, biologi, apa pun! Lalu, coba tarik garis acak dan tanyakan, "Apa yang akan terjadi kalau A dan B digabungkan?"
2. Inversi (Memutarbalikkan Logika) Ambil sebuah teknik atau asumsi umum, dan lakukan kebalikannya 180 derajat.
- Contoh di Desain Grafis: Asumsi umum: Teks harus mudah dibaca. Inversi: Bagaimana jika kita membuat poster di mana teksnya sengaja dibuat sulit dibaca, memaksa audiens untuk berhenti dan benar-benar memperhatikan? Ini bisa sangat efektif untuk kampanye yang provokatif. (Lihat karya-karya David Carson).
- Contoh di Komedi: Asumsi umum: Lelucon punya punchline di akhir. Inversi: Bagaimana jika kita membangun sebuah lelucon panjang yang tidak punya punchline sama sekali (anti-joke), di mana kelucuannya justru datang dari ekspektasi penonton yang dikhianati?
- Cara Lo Menerapkannya: Tuliskan semua "aturan tidak tertulis" atau "praktik terbaik" di bidang lo. Lalu di sampingnya, tuliskan kebalikannya. Pikirkan skenario di mana melakukan kebalikannya justru lebih kuat dan lebih efektif.
3. Ekstremisasi (Dorong Sampai Batasnya) Ambil satu parameter dari sebuah teknik, dan putar volumenya ke level 11 (maksimal) atau ke level 1 (minimal).
- Contoh di Fotografi: Teknik long exposure biasanya digunakan beberapa detik untuk membuat air jadi halus. Ekstremisasi Maksimal: Bagaimana jika kita melakukan exposure selama berjam-jam atau bahkan berhari-hari, menangkap jejak bintang di langit atau pergerakan matahari? Ekstremisasi Minimal: Bagaimana jika kita menggunakan shutter speed paling cepat yang kamera kita bisa (misal 1/8000s) untuk membekukan sesuatu yang biasanya tidak terlihat, seperti percikan air atau kepak sayap serangga, dengan detail yang absurd?
- Contoh di Pengembangan Produk: Prinsip Desain: Minimalism. Ekstremisasi: Bagaimana jika kita membuat aplikasi yang hanya punya SATU tombol? Atau sebaliknya, bagaimana jika kita menganut Maximalism dan membuat antarmuka yang sengaja padat dan kaya informasi, seperti terminal Bloomberg?
- Cara Lo Menerapkannya: Identifikasi variabel-variabel dalam teknik lo (kecepatan, jumlah, warna, ukuran, kerumitan, dll). Lalu tanyakan, "Apa yang terjadi jika variabel ini gue buat jadi super banyak/cepat/besar/rumit? Atau super sedikit/lambat/kecil/
sederhana?"
4. Transfer Lintas Disiplin (Mendorong semangat Seperti Seniman) Ini adalah level tertinggi dari remiks. Ambil sebuah konsep, prinsip, atau struktur dari bidang yang jauh, dan terapkan di bidang kita.
- Contoh di Bisnis: Bill Bowerman, salah satu pendiri Nike, mendapatkan ide untuk sol sepatu Waffle yang ikonik saat melihat mesin pembuat wafel istrinya. Dia mentransfer konsep "cetakan berpola" dari dapur ke desain sepatu.
- Contoh di Penulisan: Seorang penulis non-fiksi bisa mentransfer teknik suspense dan cliffhanger dari novel thriller untuk membuat tulisannya lebih menarik dan membuat pembaca tidak bisa berhenti membaca.
- Cara Lo Menerapkannya: Jadilah orang yang punya banyak hobi dan minat. Pelajari cara kerja ekosistem di alam, pelajari struktur sonata dalam musik klasik, pelajari strategi dalam catur, pelajari ritme dalam puisi. Lalu, tanyakan pada diri sendiri, "Bagaimana prinsip 'keseimbangan ekosistem' ini bisa gue terapkan dalam membangun tim kerja? Bagaimana 'ritme' puisi bisa gue terapkan dalam alur presentasi gue?"
Dengan empat ini—Kombinasi, Inversi, Ekstremisasi, dan Transfer—kita punya kerangka kerja yang kuat untuk menciptakan sesuatu yang benar-benar baru dan disiplin ilmu dari bahan-bahan yang sudah ada. Kita berhenti menjadi konsumen teknik, dan mulai menjadi produsen inovasi.
Penciptaan - Iterasi, Otentisitas, dan Gaya Khas.
Kita sudah melewati fondasi, pembongkaran, dan perakitan ulang. Sekarang, babak terakhir dan yang paling personal: menemukan signature style kita.
Gaya khas atau signature style bukanlah sesuatu yang kita putuskan di awal. "Oke, mulai hari ini gaya adalah minimalis-brutalis." Nggak, nggak gitu cara kerjanya. Gaya khas adalah residu. Ia adalah endapan yang tersisa setelah kita melakukan ratusan, bahkan ribuan kali proses dekonstruksi dan remiks. Ia adalah pola yang muncul secara alami dari semua pilihan-pilihan unik yang kita buat di sepanjang jalan.
Gaya khas anda dengan sapuan kuasnya yang tebal dan emosional bukanlah sesuatu yang dia rencanakan. Itu adalah hasil dari perjuangan, eksperimen, dan caranya melihat dunia yang terakumulasi di atas kanvas dan memadai untuk tumbuh.
Jadi, bagaimana cara kita "memancing" agar gaya khas ini muncul?
1. Iterasi Gila-gilaan dengan Feedback Loop: Satu-satunya cara adalah dengan membuat, membuat, dan membuat lagi. Tapi bukan cuma membuat tanpa arah. Gunakan siklus ini: * Buat (Create): Terapkan hasil dekonstruksi dan remiks ke dalam sebuah karya nyata. * Umpan Balik (Feedback): Tunjukkan ke orang lain. Bukan ke sembarang orang, tapi ke orang yang kita hormati opininya—bisa mentor, sesama praktisi, atau bahkan audiens kita. Tanyakan pertanyaan spesifik: "Bagian mana yang paling berkesan?", "Bagian mana yang bikin bingung?", "Apa yang kita rasain pas ngeliat/dengerin ini?". Selain itu, jadilah kritikus paling jujur untuk diri kita sendiri. * Saring (Refine): Berdasarkan umpan balik itu, perbaiki. Apa yang perlu diperkuat? Apa yang perlu dibuang? * Ulangi (Iterate): Buat lagi karya baru dengan pembelajaran dari siklus sebelumnya dan pemahaman mendalam dari pembelajaran.
Lakukan ini berulang-ulang. Setiap siklus adalah satu langkah mendekati gaya khas.
2. Rangkul Keunikan Personal (Termasuk "Kekurangan") Gaya khas seringkali lahir dari persimpangan antara skill dengan siapa diri kita sebagai manusia. Apa nilai-nilai yang kita pegang? Apa selera humor kita? Apa yang bikin kita marah? Apa pengalaman hidup yang membentuk kita?
- Jika anda orang yang sangat terstruktur dan logis, mungkin gaya khas anda akan tercermin dalam karya yang sangat presisi, bersih, dan efisien.
- Jika anda orang yang melankolis dan puitis, mungkin karya anda akan penuh dengan nuansa, emosi, dan metafora.
- Bahkan "kekurangan" bisa jadi kekuatan. Mungkinandq punya suara yang agak serak? Jangan coba dihilangkan, jadikan itu ciri khas vokal. Mungkin nggak jago gambar garis lurus? Jadikan goresan tangan yang sedikit bergetar itu sebagai bagian dari estetika
Otentisitas adalah magnet. Saat karya terasa seperti perpanjangan tangan dari diri dan orang lain yang sesungguhnya, orang akan merasakannya. Itulah yang membuat karya kita "punya nyawa".
3. Tujuan Akhir: Efektivitas, Bukan Sekadar Aneh Penting untuk diingat: tujuan dari semua ini bukanlah untuk menjadi aneh demi terlihat kreatif. Tujuan akhirnya adalah menjadi efektif dengan cara yang unik. Sentuhan kreatif kita harus melayani tujuan mereka yang masih punya semangat.
Gaya sinematografi Wes Anderson yang super simetris bukan cuma buat keren-kerenan. Itu melayani narasinya yang seringkali terasa seperti dunia dongeng yang kaku dan terkontrol. Dialog cepat Aaron Sorkin bukan cuma pamer kepintaran. Itu menciptakan ritme dan urgensi yang membuat dunia politik dan teknologi terasa hidup dan bersemangat.
Selalu tanyakan pada diri sendiri: "Apakah sentuhan kreatif yang kita tambahkan ini membuat pesan lebih kuat, atau malah jadi distraksi?" Jawaban dari pertanyaan itulah yang memisahkan seorang amatir yang coba-coba dengan seorang profesional yang punya visi dan mengembangan cara berpikir.
Epilog: Bukan Pekerja, adalah Arsitek
Kita sudah menempuh perjalanan yang panjang. Sebuah pencarian makna dari sekedar memahami kenapa fondasi itu krusial, belajar cara membongkarnya , meraciknya kembali seperti seorang alkemis, hingga akhirnya memahatnya menjadi sebuah kemajuan yang presisi.
Pada akhirnya, mengembangkan teknik dasar dengan sentuhan kreatif adalah sebuah pergeseran identitas.kita berhenti melihat diri kita sebagai pekerja konstruksi yang hanya mengikuti cetak biru (teknik dasar) yang diberikan orang lain.
Namu mulai menyadari dan melihat diri sendiri sebagai seorang yang menjembatani.
Nah,menghormati prinsip-prinsip dasar fisika dan material (fondasi). Tapi kita juga yang memutuskan di mana jendelanya akan menghadap, bagaimana bentuk atapnya, dan warna apa yang akan menyelimuti dindingnya. Kita yang merancang sebuah bangunan yang tidak hanya kokoh, tapi juga punya jiwa, karakter, dan cerita. Sebuah bangunan yang hanya kuat namun bisa mengubahnya.
Dunia sudah terlalu penuh dengan fotokopian dan kloningan. Terlalu banyak orang yang bisa melakukan "apa", tapi sedikit yang bertanya "mengapa" dan "bagaimana jika".
Sekarang, giliran kita. Ambil teknik dasar yang sudah kita kuasai itu. Bongkar. Analisis. Putar balikkan. Gabungkan dengan hal gila lainnya. Gagal. Coba lagi. Terus iterasi sampai sesuatu yang ajaib muncul. Sesuatu yang terasa seperti... Sekarang.
Karena pada akhirnya, kontribusi terbesar kita lahir dari perjalan panjang untuk mengharapkan sesuatu yang baru dan harapan bagi mereka untuk dunia mereka bukanlah kemampuan kita meniru para master. Kontribusi terbesar kita adalah menjadi master dari keunikan sendiri sangat dibutuhkan dizaman yang penuh tantangan.
Sekarang, tutup laptop ini. Dan mulailah membangun dari pikiran jernih dan berangkatlah dengan semangat.